benar katamu, ”masihkah cintamu seperti kemarin?”


kemarau kering dan gemersik daun bambu

tak kuasa pecahkan hening
sayup, kudengar hanya desir angin
menyeruak menyesaki hati, nyeri


bersama hujan telah kucoba mengikis cinta

yang menjejal, meski hati menyangkal

memburu sesayup sahut atas rerupa tanya

yang tak kunjung bisa meredam duka

lantas, bagaimana caranya mengubur sesal

aku hanya bisa meminta:

"dan menangislah, karena kita pun harus berpisah"


seperti tanyamu, ”masihkah cintamu seperti kemarin?”



depok, 2008



This entry was posted on 16.25 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: